Archive for Maret 2013
AKU INGIN KEMBALI
Aku harus kembali, sungguh aku
harus kembali. aku tidak ingin merasakan duka yang mendalam. Apsara telah
memabukkanku, dia tidak memandang lagi asalku tak berpunya. Kesadaranku masih
mampu tergoyah, jika masih kunaungi istana ini.
“Duhai Amerta, apakah kau tega
meninggalkanku di belantara ini? kau sendiri telah mengetahui perihal hatiku,
perihal cintaku padamu. Masihkah kau ingin kembali ke asalmu? Kumohon, jangan
tinggalkan aku.” Bentangan telaga menjadi saksi ucapmu padaku. Tangisnya pecah,
jemari halusnya menggenggam tanganku. Erat, sepertinya tak ingin lepas.
“Lihatlah rupaku, wahai Bidadari.
Lusuh, kumal, dan bauku tak sesedap baumu. Maafkan aku yang tak mungkin
bersanding denganmu. Aku yakin, masih ada Amerta lain yang lebih beruntung
dariku. Sehingga celaan tak akan pernah datang kepadamu, Apsara.” Aku beranjak,
berharap Apsara merelakan kepergianku. Aku sudah ingin kembali.
“Aku telah memilihmu, Amerta.”
Dia mengejarku, menutup jalan kepergianku. Kedua tangannya dilapangkan.
Tangisnya kian deras, menghitamkan langit waktu sore. Tak lama kemudian, petir
menggelegar disertai hujan deras. “Aku telah memilihmu, Amerta. Bukan Amerta
lain ataupun setingkat Dewangga. Jika kulihat rupamu, semua hanya penghias
raga. Bukankah hal itu fana? Aku memilihmu karena hatimu. Jadi kumohon, jangan
tinggalkan aku.”
“Apsara, lepaskan pelukanmu! Aku
tak ingin ada satupun kotoran padamu. Aku memang Amerta, tapi aku bukan dari
golongan terhormat sepertimu. Aku hanya pelayan istanamu dan kulakukan semua
ini karena aku dibayar. Ijinkan aku pergi, jika semakin lama aku disini,
semakin membuatmu melakukan hal yang tak pantas dilakukan seorang bidadari.”
“Cintaku tak memandang kasta,
Amerta. Aku tidak mau melepaskan pelukanku. Aku hangat bersamamu. Bayaran itu
hakmu, namun mencintaimu juga hakku.”
“Tidak, Apsara. Aku tidak
melarang kau mencintaiku, tapi bukan seperti ini caranya kau mencintaiku. Cukup
senyum dan tutur kata lembutmu sebagai bukti cintamu padaku. Hujan semakin
deras, pulanglah ke istanamu.”
“Aku akan pulang ke istana
bersamamu.” Keinginannya bulat, tak mudah tergoyah.
“Maafkan aku, Apsara. Aku sudah
tidak bekerja di istanamu lagi. Aku harus kembali ke asalku.”
“Jika begitu, aku turut
denganmu.” Apsara melepaskan pelukannya dan menggandeng tanganku. Dia berjalan
ke arah kembaliku.
“Jangan, Apsara. Aku tak mau
Ayahmu murka. Kembalilah, aku yakin orang istanamu pasti mencarimu.” Aku
menghentikan langkahku. Dia pun ikut berhenti. “Baiklah, aku akan kembali ke
istanamu.” Kuhela nafas berat dan berjalan kembali ke istana.
***
“Aku yang meminta turut
dengannya, Ayah. Jangan salahkan dia.” Apsara bersimpuh di kaki Ayahnya.
Tangisnya masih bersisa, dia benar-benar bermohon.
“Anakku, Apsara. Kau tahu siapa
dia? Adakah yang lebih baik kau cinta selain dia? Jika tidak, kau kuijinkan
turut dengannya.”
“Terimakasih, Ayah.”