Archive for Februari 2013
BALADA CINTA
sumber : internet |
Semburat cahaya di antara kemukus awan
Tanpa suara tanpa airmata menerjang kuasa
Badai perenggut sukma menari bangga
Gerhana benua bersanding gempa
Dongeng cinta menjelajah rela
Duka nestapa tampak oleh mata
Walau jauh tak terhitung masa
Tetap bertahan untuk yang tercinta
Edelweis penebus kata peneman cerita
Melatunkan nada kasih untuk yang tak setia
Kini tinggallah sisa-sisa peluh
Bersama senyum yang kian menjingga
ZZ - April 2012
Ketika Persahabatan Nyata
“Tinggalkan aku, Lin.”
“Gila lu ya? Sampai kapanpun gue
nggak akan ninggalin elu”
“Ta ta tapi kamu tahu penyakitku
sekarang kan? Aku takut kamu tertular dengan penyakitku.”
“Gue tetep nggak akan ninggalin
elu, Fer. Sama persis saat elu nemenin gue sembuh dari kecanduan.”
“Sudahlah, Lin. Jangan
ingat-ingat lagi hal itu. Penyakitmu bisa sembuh, tapi dokter menvonis kalo
umurku sudah nggak lama lagi.”
“Fer! Pandang gue”
“Jangan dekati aku, Lin”
“Pandang mata gue! Apapun yang
elu rasain, elu kudu semangat buat sembuh. Gue nggak ingin hidup lu sia-sia”
“Aku nggak kuat, Lin. Virus ini
sudah bersarang di tubuhku.”
“Gue yakin elu pasti kuat, Fer.
Gue selalu ngedukung elu.”
“Makasih ya, Lin.”
Keberadaanku disini sudah mulai terancam. Tempat persembunyianku telah dicium oleh dia. Semua rasa berkecamuk, kamu pasti tahu bagaimana rasanya jika sedang terancam? Sama seperti perasaanku sekarang.
AKU INGIN BENIHMU DALAM RAHIMKU ...
“Ada yang beda dengan kebersamaan
kita, aku merasakannya” Bisikmu memeluk bibirku. Senja kali ini begitu beda
kurasa. Dia menanyakan sesuatu yang selama ini aku simpan rapat. Sesuatu yang
tak ingin seorangpun tahu, sekalipun dia.
“Kamu merasakan apa, Sayang?
Katakanlah, aku tidak ingin melihat elokmu berubah menjadi gusar” hiburku
padanya. Kulingkarkan lengan di pinggangnya, kutatap matanya lekat. Kuyakinkan dia
dan hatiku bahwa tidak ada sesuatu di bola mataku.
“Apakah kau sudah tidak ingin
bersamaku lagi?” dia menyembunyikan muka dariku. Buru-buru kulumat bibir
merahnya.
“Jangan pernah lagi kamu katakan
itu padaku, Sayang. Pegang dadaku, rasakan. Aku menyimpanmu pada jantungku,
pada kehidupanku, dan pada setiap nafasku. Jadi, selama jantungku masih
berdetak, selama nafas masih mengalir dalam tubuhku, aku ingin selalu
bersamamu. Jangan pernah kau ragukan aku.” Aku tidak menyangka dia membuatku
sepanik ini di tahun pertama pernikahan ini. Kueratkan genggamanku padanya,
suasana hening sejenak, hanya ombak yang masih menari. “Adakah yang kamu
inginkan dariku selain yang telah kau dapat?”
“Kau lebih dari cukup, Mas. Hanya
saja ijinkan aku meminta sesuatu kepadamu. Kuharap kau tak marah ataupun
kecewa.” Matanya penuh pengharapan.
“Iya sayang, apa yang kamu mau?
Kuharap aku bisa memenuhinya.” Dengan cepat aku menyahut.
Lelaki Tua dan Isteri Terakhirnya
“Juangkrikkk! Anak siapa lagi
yang ada dalam perutmu!” Di depan wanita itu, lelaki tua dengan kreteknya di
jari membuang ludah. Wanita cantik itu berbadan ramping, kulitnya sawo matang
dan berambut panjang. Usianya masih duapuluhan tahun, selisih tigapuluh tahun
dengan lelaki tua itu. Dibanding dengan ke tujuh istrinya yang lain, wanita ini
paling muda dan paling cantik.
“Untuk apa kau tanyakan itu? Apa
kau masih mampu memuaskanku?” wanita itu berlalu. Ia mengambil rokok dari dalam
tasnya, kemudian menyulutnya.
“Justeru kau yang seharusnya
memuaskanku, tengik!” lelaki tua itu bangkit dari kursinya. Mukanya memerah.
Kretek yang tinggal separuh, ia banting. Tepat mengenai lantai depan wanita itu
melepas hak tingginya.
“Untuk apa keenam istrimu?
Mengapa selalu saja aku yang kau tuntut?” dihadapan lelaki itu, wanita berdiri.
Asap rokoknya sesekali menghalangi wajah kedua orang tersebut.
“Bangsat! Wanita Keparat!” Ujung
runcing keris di genggaman lelaki itu diarahkan pada perut wanita itu.
“Jjjangannn! Ini anakmu, darah
dagingmu sendiri. Apa kau tega?” dari muka wanita itu, keringat dingin mulai
tampak.
“Benarkah ini anakku?” suara
lelaki itu melemah. Di tempatnya keris di genggaman dikembalikan. Perlahan
lelaki itu mendekat. Perut wanita yang membuncit, dielus-elusnya. “Aku tidak
percaya! Tiga bulan kau tak melayaniku” lelaki itu kembali garang.
“Kau perlu bukti apa, sayang?
Mari kita ke dalam” keringat dingin membuncah, menahan gemetar dalam raga.
“Tipu daya apalagi yang kau
gunakan, tengik! Rayuanmu sudah tak mampu lagi meluluhkan hatiku. Hahaha. Kau
pilih jujur atau ajur?!” lelaki itu kembali menodongkan keris. Kini di leher
wanita itu.
“Yakinlah, sayang. Aku mengandung
darah dagingmu. Jika masih tak kau percayai. Lihatlah tanda yang kau tinggalkan
tiga bulan yang lalu.” Lelaki itu kembali luluh.
November 2012