Posted by : Zilian Zahra Selasa, 05 Februari 2013


“Juangkrikkk! Anak siapa lagi yang ada dalam perutmu!” Di depan wanita itu, lelaki tua dengan kreteknya di jari membuang ludah. Wanita cantik itu berbadan ramping, kulitnya sawo matang dan berambut panjang. Usianya masih duapuluhan tahun, selisih tigapuluh tahun dengan lelaki tua itu. Dibanding dengan ke tujuh istrinya yang lain, wanita ini paling muda dan paling cantik.

“Untuk apa kau tanyakan itu? Apa kau masih mampu memuaskanku?” wanita itu berlalu. Ia mengambil rokok dari dalam tasnya, kemudian menyulutnya.

“Justeru kau yang seharusnya memuaskanku, tengik!” lelaki tua itu bangkit dari kursinya. Mukanya memerah. Kretek yang tinggal separuh, ia banting. Tepat mengenai lantai depan wanita itu melepas hak tingginya.

“Untuk apa keenam istrimu? Mengapa selalu saja aku yang kau tuntut?” dihadapan lelaki itu, wanita berdiri. Asap rokoknya sesekali menghalangi wajah kedua orang tersebut.

“Bangsat! Wanita Keparat!” Ujung runcing keris di genggaman lelaki itu diarahkan pada perut wanita itu.

“Jjjangannn! Ini anakmu, darah dagingmu sendiri. Apa kau tega?” dari muka wanita itu, keringat dingin mulai tampak.

“Benarkah ini anakku?” suara lelaki itu melemah. Di tempatnya keris di genggaman dikembalikan. Perlahan lelaki itu mendekat. Perut wanita yang membuncit, dielus-elusnya. “Aku tidak percaya! Tiga bulan kau tak melayaniku” lelaki itu kembali garang.

“Kau perlu bukti apa, sayang? Mari kita ke dalam” keringat dingin membuncah, menahan gemetar dalam raga.

“Tipu daya apalagi yang kau gunakan, tengik! Rayuanmu sudah tak mampu lagi meluluhkan hatiku. Hahaha. Kau pilih jujur atau ajur?!” lelaki itu kembali menodongkan keris. Kini di leher wanita itu.

“Yakinlah, sayang. Aku mengandung darah dagingmu. Jika masih tak kau percayai. Lihatlah tanda yang kau tinggalkan tiga bulan yang lalu.” Lelaki itu kembali luluh.

“Aaaaaa..... Ampuuunnnn....” suara teriakan wanita itu terdengar sesaat, lalu hening. Lelaki tua keluar, tidak lama setelah suara itu lenyap. Tangannya berlumuran darah. Di tangannya daging tanpa nyawa ia tenteng. Lelaki itu pergi dengan airmata.

November 2012


- Copyright © Catatan Zilian Zahra -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -