Posted by : Zilian Zahra Minggu, 22 April 2012

Alhamdulillahi Robbil Alamien... semoga manfaat sertifikat ini ^^


Alhamdulillah,, usahaku selama ini mulai tampak ada pencerahan. Justeru berawal dari Grup Fesbuk, bukan seperti yang kuharapkan. Tapi ini adalah takdir, Allah memberikan ini jalan yang terbaik untukku. ini aku dapat dari Sahabat Musafir Pena.


Thanks Allah...
Kini aku semakin sadar, bahwa aku salah jika aku tidak bersyukur atas nikmat dari-Mu.

ini Kritik yang diberikan:


[KRITIK KARYA] Romantisme Kesepian dalam sajak Zilian


PERSEMBAHAN DARI KAMI UNTUK PENATIC TELADAN
Membaca sajak-sajak Zilian adalah membaca gelisah juga kesepian. Ada beberapa sajak Zilian yang menarik perhatian saya. Yang membuat saya ingin membacanya lebih dalam seperti menembus rimbunnya rimba belantara kata dan mencoba menyibak tiap semak-semak sajak yang ditulisnya.

Sajak-sajak Zilian identik dengan gelisah, kesepian, harapan yang kadang hanya berupa imajinya saja. Sebagai seorang yang sedang berproses, kadang Zilian kurang bisa mengontrol emosinya sehingga beberapa sajaknya terkesan asal tulis atau hanya untuk meluapkan emosinya saja. Sajak yang demikian itu miskin estetika, namun sebenarnya kaya akan kandungan emosi yang sering meluap tanpa kompromi. Memang banyak ditemui sajak-sajak yang menonjolkan semangat dan emosi seperti sajak-sajak Rendra atau Wiji Thukul. Namun, meskipun sajak-sajak Rendra atau Wiji Thukul miskin estetika tetapi punya jiwa dan kontrol emosi yang membuat sajak-sajak itu serasa hidup dan bisa berkata dengan sendirinya. Maaf, disini saya tidak bermaksud membandingkan sajak Zilian dengan sajak-sajak orang lain.
Perhatikan sajak Zilian berikut ini:

Bukan Dalam Heningmu


1/
Waktu merajam makna
Tak tahu aljabar memecah hitungan
Diam-diam menggoda iman
Laksana fajar yang tak pernah datang
Kegelapan, kubuka tirainya disini

Sendiri, berbadan gelisah gundah kalut
Bersama impian yang kian mengabur
Dan janji yang semakin padam meradang
Merenggut kesucian hati
Yang terlalu dini untuk menggumpal

Kini aku mampu mengartikan makna
Setiap desah nafasmu yang mengadu
Bersama tirai yang semakin kau tutup
Dan kau buka untuk hati yang lain
Dalam heningmu

2/
Aku terperanjat ketika jalanmu mulai gontai
Dan bukan aku yang kau tuju
Namun dia yang kau mau
Lalu dimanakah janji yang kau ukir
Dua bulan yang lalu?
Entahlah,
Harapan mengabur,  jiwa menata sunyi
Bersama kehampaan diri
Menanti hadirmu disini kembali
Bukan dalam heningmu

Brebes, 11 November 2011

Saya menemukan metafora yang lembut pada sajak “Bukan Dalam heningmu” di atas, seolah Zilian ingin mengungkapkan bahwa dia berada dalam pengharapan yang dalam, penantian yang ternyata berujung kehampaan. Pada sajak di atas, terlihat sentuhan kelembutan (romantis) dari seorang Zilian. Zilian menginginkan sesuatu seperti yang dia inginkan namun yang terjadi adalah bahwa dia dibangunkan dari tidur, sementara sebenarnya matanya tidaklah terpejam. Namun menurut saya Zilian belum sepenuhnya berhasil membentuk diksi dan metafora yang lembut dan mengalir. Krena hanya bagian kecil saja yang saya katakan lembut.

Membaca karya seorang penyair tidak hanya perjuangan menembus rimba kata yang penuh dengan sulur simbol dan metafora, tapi juga menelusuri riwayat perjalanan seorang penyair dengan referensinya. Referensi wacana lisan dan tulisan yang tentu saja juga dipengaruhi oleh pengalaman empiris pribadi dari si penyair. Zilian, juga salah satu penulis (baca: penyair) yang muncul di grup ini, tak luput dari pengawasan saya selaku pengurus grup. Ini semata-mata sebagai bentuk perhatian terhadap perkembangan anggota. Strukturalisme dalam berpuisi Zilian semakin ada kemajuan dari sebelumnya.

Kembali pada suasana puitiknya, sejauh ini karya-karya Zilian rata-rata berisi cinta kesepian dari sesuatu yang masih jauh. Cinta kepada pasangan kodrati atau lara hati. Semua dihadapi dengan bijaksana, tak ada kalimat yang pecah, kesemuanya tetap terjaga. Meski masih ada beberapa kata-kata yang klasik seolah bersolek biar terlihat indah. Namun bagi saya, karya Zilian punya gaya pengucapan yang lembut.

Seseorang akan menjadi sangat kreatif apabila berjarak dengan kehidupannya. Meski, bukan berarti orang tersebut harus menyingkir dalam kehidupan, melainkan mengambil sebuah jarak (jeda) antara suatu peristiwa untuk ditelurkan dalam sajak-sajak atau tulisan lainnya. Barangkali itulah yang perlu ditempuh oleh Zilian. Sesekali ada perlunya mengambil jarak pada realitas ketika ingin menelurkan satu karya.

Lebih dari itu, Zilian mencoba menguliti dirinya sendiri dengan metafora yang tetap lembut namun lebih tebal maknanya. Seperti sajak berikut:

Puisi hati
Jika diminta untuk berpuisi
Kuakan mempuisikan tentang cerita basi
Yang masih hangat dan berwarna pasi
Agar singkat kukabarkan yang sejati
Bahwa aku sedang lara hati

Pekalongan, januari 2012

Pada sajak di atas, seolah kalimat mengalir begitu saja, seperti pengakuan kebanggaan di depan khalayak. Dan uniknya dia menyerupakan puisi yang basi namun masih hangat. Menarik sekali. Zilian dengan rela mendeklamasikan dirinya yang sedang lara hati.
Nuansa kesepian, cinta, harapan bahkan kepedihan terlihat nyata dalam beberapa sajak Zilian. Saya membutuhkan waktu beberapa hari untuk membaca sajak-sajak Zilian yang dia kirimkan pada saya dalam pembuatan proyek KOMPILOGI LASKAR PENATIC tempo lalu. Dan saya menemukan sebuah romantisme gelisah dari sajak-sajaknya. Sajak berikut sedikit membuat saya terhanyut:


Sebait Kata Untuk Kekasihku

Kasihku, jika waktu itu telah datang
Ijinkan aku untuk memelukmu
Sebagai prasasti penebus jani
Agar tenang dibalut kafan

Pekalongan, 21 Maret 2012
Meski ada beberapa sajak yang mencair, sajak Zilian mencoba menembus setiap sekat kehidupan, sebuah romantisme hidup yang lama terkubur, ditambah citra sepi yang mengendap.  Zilian secara perlahan menggoda pembaca untuk menerjemahkan sendiri setiap larik kata yang disusun dalam sajaknya. Hal ini tentunya bergantung pula pada pengalaman dan kekayaan intelektual yang dimiliki pembaca. Sebab, membaca dan memahami sajak adalah kerja tafsir, yang tak setiap orang sama mendefinisikan suatu hal. Keragaman tafsir itulah yang mencerminkan kekayaan sebuah sajak. Bukankah kesenian bergantung pada citra rasa orang per orang (subjektif)?

Salam,
Ali Sakit Wirasatriaji



===========================================================

ini pin gold, sebagai hadiah untukku sebagai Penatic Teladan



Kami atas nama Admin SAHABAT MUSAFIR PENA memberikan penghargaan kepada ZILIAN ZAHRA sebagai Penatic Teladan atas apresiasinya selama ini terhadap grup. Untuk itu kami persembahkan:
  1. Kritik Karya yang dikupas oleh Admin (Wirasatriaji) untuk koreksi dalam berkarya ke depan
  2. E-sertifikat PENATIC TELADAN
  3. Satu Eks. Buku Memory In Love (akan diberikan setelah buku terbit)
  4. Pulsa sebesar Rp. 10.000,- sesuai provider kartu yang dipakai
  5. Dua file e-book ( “Novel Perahu Kertas – Dewi Lestari” dan “Buku Kiat Menulis” )
  6. Berhak menggunakan PIN Laskar Penatic Gold ( Jika keberatan boleh tidak dipasang)



Ini adalah sebagai bentuk penghargaan kepada anggota aktif atas sumbangsihnya kepada Grup Sahabat Musafir Pena. Sengaja kami tidak hanya memberikan hadiah materi saja namun lebih kepada pengembangan skill dan pengetahuan dengan harapan waktu yang selama ini terbuang dalam grup tidak percuma namun membawa manfaat dalam dunia tulis menulis khususnya bagi pengembangan diri. Grup ini memang bukanlah sekolah menulis. Bukan pula lembaga pendidikan Literasi. Akan tetapi tujuan kami semata ingin memberikan wadah pengembangan minat dan bakat yang kami balut dalam suasana kekeluargaan.

Siapakah yang dikategorikan anggota aktif itu? Tentunya kita tidak melihat dari frekuensi “nongkrongin grup” ataupun kuantitas postingan. Namun kami melihat dari segi manfaat guna, keefektivitasan, dan sepak terjangnya di dalam grup ataupun diluar grup bagi oranglain. Karena akan menjadi kesenjangan bila kami mengacu pada frekuensi dan tingkat kehadiran saja. Akan sangat kasihan yang memang tak punya banyak waktu untuk online padahal dia punya sumbangsih luar biasa. Untuk itu pertimbangan kami buat seadil-adilnya. Jadi, bagi anggota yang jarang online, jangan berkecil hati. Tebar manfaat bagi sesama semampunya, sebisanya. Kami tak pernah tutup mata bagi siapa saja.

Penghargaan ini pun kami tidak memberitahukan secara langsung. Tanpa diketahui oleh siapapun, kami mencari informasi dan mencari karya-karyanya, biografi, juga apapun yang patut kita gunakan referensi dalam menentukan kelayakan menyandang gelar Penatic Teladan.
Siapakah selanjutnya? Andakah? Akankah kejutan selanjutnya berupa Kritik karya lagi? Atau kejutan lain? Atau malah hadiahnya lebih besar dan makin menghebohkan? Dont miss it, kami masih banyak ide kreatif untuk membakar semangat anda.


Salam Penatic
We are Literarist Not Terrorist


***

Gelar ini aku dapatkan pada Sabtu, 21 April 2012. Kebetulan tepat pada peringatan Hari Kartini. Aku masih membayangkan, jika saja aku bisa sehebat Kartini (pikirku).
Memang, aku bukan yang terhebat
Aku juga bukan yang terbaik..
Hanya aku berusaha menjadi yang terbaik :)

Terimakasihku pada :

  1. Paling utama... The Great Thanks to My God, Allah Swt. yang sudah mengijinkan saya merasakan indahnya hidup di Bumi-Nya dan memberikan kekuatan untuk menulis.
  2. Grup Sahabat Musafir Pena yang sudah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk mengembangkan diri.
  3. CEO SMP, Langga. Tanpa kau mau mengenalku, aku tidak akan kenal pula dengan grup ini.
  4. Admin SMP, Kang Ali. Sudah merelakan waktunya untuk membedah puisiku yang tak sempurna ini (hehe).. berharap bisa pingsan dipelukanmu, Kang. :D
  5. Admin Abu yang selalu memberikan kehangatan dan semangat buatku untuk terus berkarya. dan tak ketinggalan Bunda Sariak Layung yang dengan rela hati mau mengenalku.
  6. Teman-teman SMP, Cinta Lovely Eve.. yang tak bosan menerjangku agar terus berkarya.. Eva Purwaningtyas, aku masih pengen belajar nulis denganmu agar bisa hebat sepertimu. Nurul Fadhilah Yaumil, Iruka Danishwara Widodo, AmÏĩ-gцlДÂЯэиt ホンド, Aidha Utami Azhar, Mukhlis Bersama, Hadi Kurniawan, Ibu Dwi Ws Shihab Mu'tasim, Romz Weepy, Icuz Gociwa, Nur Aliah Saparida .. oh iyaa... Kak Mpit T'fany: kita tetep punya deadline kan?.. dan semua laskar penatic yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu. Terimakasih.
  7. Dibalik ini semua ada Ibu yang selalu memberikan semangat dan mendunkungku. Adik2ku dan yang mengasuhku (baca : wa') yang rela kubagi waktunya untuk menulis. dan Sahabat2ku yang setia kutinggalkan demi kegiatan menulisku.


and the End... buat RD yang sebelum meninggalkanku memberi pesan agar aku tetap menulis...

wah... hanya tinggal pingsan, aku tak tahu harus berkata apa lagi. Thanks untuk semuanya... Semoga semua ilmu yang kudapat disini dapat bermanfaat. Amien.

One Response so far.

- Copyright © Catatan Zilian Zahra -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -