Posted by : Zilian Zahra Rabu, 20 Juli 2011

Jaman kali pertama aku punya pacar langsung kita selisih usia lima tahun, jauh memang tapi mungkin ini yang aku inginkan, pacaran bukan untuk senang-senang tapi untuk mempersiapkan masa depan, yaitu menikah. Mangkanya aku tidak akan sembarangan jika memilih lelaki. Pertemuan kita unik dan jadian kita unik pula, kenapa begitu? karena ketertarikan kita dari banyolan kita dan menyatakan cinta enggak lewat omongan atau pemberian bunga (jiah, pengen romantis) tapi hanya lewat kertas kecil yang disembunyikan di dalam ranselku.

Aku enggak tanggung-tanggung, karena pengen serius dan aku pikir usia dia udah matang dan dewasa untuk berfikir, aku kenali juga keluarga dan teman-teman sepermainannya. Aku bilang asik, dengan sikapnya yang selalu tak pernah menyerah. Aku dukung dia hingga dia mengenal apa yang dia lakukan dan dia jadi super dalam kegiatan barunya. Aku merasa senang bisa memberikan yang terbaik untuk calon suamiku, berharap begitu lambat laun tak terasa sudah setahun usia pacaran kita, bau tidak sedap merasuk dihidungku, aku pikir ini hanya teman biasa, teman curhat dan sebagainya jadi saya acuhkan.

Karena cowokku pendiam, aku percaya saja. Berkat dukungan orangtuanya juga aku tetap bertahan walau sudah mulai ada perselisihan-perselisihan kecil. Suatu ketika temannya mengajak ia di kegiatan yang diadakan oleh mahasiswa Purwokerto, berharap aku dipamiti atau di ajak, ternyata dua-duanya tidak aku temui dalam dirinya. Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Mas ikut ke Purwokerto?"
"Ikut ra"
Aku diam sejenak, rasa ini mendorongku untuk ikut
"Mas, hla aku ikut dunk"
"Ora usah, sing melu lanang kabeh"
"owh" karena aku percaya jadi aku mengiyakan saja apa yang ia katakan.

Sepulang dari Purwokerto mendengar kabar ada perempuan yang ikut, aku langsung menemuinya dan menyampaikan lagi bahwa ternyata ada perempuan yang ikut. Dia hanya menjawab "Hla kuwi be ora ngomong nek sido pak melu owg". Ya udah gak papa, aku rela gak jadi ikut walaupun ada rasa galau.

Keesokan paginya, aku mampir ke sanggar (istilah tempat yang diikuti kita untuk berkumpul satu organisasi).
"eh, kemarin mas mu ketemuan si?" seseorang ada yang nyeletuk ketika aku masuk ke sanggar
"sopo? Suji po?" sahutku sok tau
"Lah iyo ra..."
"ouw pantes aku ora oleh melu" dengan muka aku lipat aku pergi dari sanggar untuk masuk kelas, ada jam kuliah pagi ini.
Di kelas aku ketemu cowokku, karena satu kelas. Selesai mata kuliah aku mendesak cowokku dengan sindiran. "pantesan aku ora oleh melu, jebule pak ketemuan" jawabnya ringan " ya iyo ho" kita berdua tertawa bersama karena aku pikir ini bercandanya. Dia paling jago bercanda, tak pernah ketawa kalo masih bercanda.

Dua tahun, dua tahun setengah usia pacaran kita tiba-tiba hari itu perasaanku tidak enak, aku pengen ke sanggar walaupun enggak ada kegiatan. Sampai di sanggar, cowokku masih nglatih komputer adik kelas. Dia cantik, sontak bikin aku cemburu. Aku aja enggak pernah di ajari kok yang lain malahan udah di ajari. Dia menganggap aku bisa jadi enggak di ajari. Karena perempuan itu yang ditaksir temannya cowokku jadi aku enggak cemburu-cemburu amat.

Perjalanan dilalui penuh batu terjal, dan di suatu pagi aku terjebak tidak bisa mengoperasikan komputer. Karena yang ada disitu aku paling dekat ma cowokku, aku memanggilnya untuk minta di bantu. Tapi ia malahan diam saja. Kebetulan di sebelahku ada perempuan adik kelas itu, ia menangis katanya tidak mau dijodohkan oleh orangtuanya dan dia kabur ke sanggar. Perempuan itu minta diambilkan charger hape tanpa menunjuk siapa yang disuruh, tapi sontak cowokku dengan cepat mengambilkan. Dari situlah kecurigaanku muncul. Ternyata yang menjemput perempuan itu tadi malam dan membawa ke sanggar juga cowokku. Duh... gundah gulana perasaanku ini, memang aku sadar aku tidak lebih cantik dari dia, aku tidak ada bandingannya dengan dia.

Kejadian itu aku acuhkan beberapa bulan hingga bertemu dengan kejadian-kejadian dengan pelaku yang sama. dan puncaknya hari itu aku mendaftarkan adikku sekolah di tempat yang sama denganku. Perasaan ini ingin sekali mampir ke sanggar. Alhasil sampai di pintu sanggar aku melihat cowokku sedang asik bercanda dan bermesraan dengan perempuan yang sama. Melihat kehadiranku mereka acuh hingga akhirnya aku marah. Sempat helm yang kukenakan aku banting hingga pecah. Dengan dalih bukan siapa-siapa dan tidak ada hubungan apa-apa aku berhasil di rayu untuk tetap mempertahankan hubungan ini.

Aku jera, sampai tiba kita bertemu di rumahnya.
"Mas sebenernya perempuan itu siapa?"
"Ah kamu tu, gak penting wong gak ada apa-apa dengan dia kok"
"Ngaku nggak Mas" aku mulai bertampang geram
cowokku diam, aku adukan kejadian ini kepada ibunya dan ternyata ibunya juga membela dia.

---

"Tau enggak kenapa Ibu begitu? karena ia percaya aku tidak akan melakukan itu"
"Iya Ibu tidak lihat, coba kalo Ibu lihat dan tau" aku masih marah
"Ya enggak lah, Ibu kan sudah tau hubungan kita"
"Sebenere aku kurang apa sih mas sampe sampeyan gt ma aku" aku dengan pedenya bertanya
"enggak, kamu enggak kurang apa-apa kok"
Bahasa sesaatnya kadang bikin aku percaya. Ia memang pandai bersilat lidah hingga kadang rektorat dibuat klepek-klepek oleh tawaran dan rayuannya.

Cowokku mendapat kedudukan ketua di organisasi, untuk itu apapun pengembangannya aku selalu berharap dia berbagi denganku seperti ketika aku berbagi dengannya. Namun kenyataan berkata lain. Lagi-lagi aku di tuding selingkuh dengan anak Jogja, padahal jelas-jelas dari dia pengembangan yang aku dapat ia juga ikut merasakan.

Pertengkaran demi pertengkaran kita lewati dan semakin panas, aku menemukan sms dari x dengan panggilan sayang, setelah aku cocokkan nomernya, itu adalah nomor anak Purwokerto. tapi aku masih diam. Aku mancing perempuan purwokerto itu, dengan nama yang aku samarkan, kejadian dari dulu sampai sekarang terungkap. Aku konfirmasi dengan cowokku membuahkan hasil muka cowokku pucat pasi namun lidahnya tetap berkata tidak ada hubungan apa-apa hanya tempat curhat, lagian katanya juga perempuan purwokerto juga sudah punya tunangan.

Kembali lagi aku bertanya,
"Aku iku kurang opo si mas? aku di curigai mbek lanang liyo, sampeyan yo tak kenalke sopo lanang kui lan hubungane opo mbek aku, saiki giliran aku takon kui sopo malahan jawabane yak-yak an, mbok yo ngomong wae mas jujur mbek aku nek sampeyan memang seneng mbek wedok loro kae. Aku ora popo daripada umpet-umpetan ngene"
Cowokku tetap diam "mas" aku panggil dia berkali-kali, ia tetap diam dan enggak berani memandang aku.
Tanganku menggenggam baju bagian bawah kerah "Aku kui kurang opo mas?"
"kurang pesek"
itulah jawabannya dan aku melepaskan genggaman tanda permusuhan tadi.

- Copyright © Catatan Zilian Zahra -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -