Posted by : Zilian Zahra Jumat, 05 April 2013



by. Zilian Zahra

“Sudah kangen-kangenannya?” lima belas Desember dua ribu sebelas kali pertama sebelum perkenalan kata itu muncul. Sosok cantik itu seperti tidak rela pertemuan ini terjadi. Seolah dia takut aku merebutmu dari pelukannya. Saat itu, tangan menjabat acuh padaku, sosok cantik disebelahmu menampakkan mata api.

Hanya pertemuan sesaat lalu, diantara mobil dan deretan motor yang terparkir rapi. Penjual-penjual menyambut hangat lalu. Diantara mereka, orang lalu lalang, bersandar, berkerumun. Aku, dia dan perempuan itu berjalan. Dalam hati rindu memburu dan terobati

“Aku tidak akan merebut milikmu, aku hanya mengakhirkan rindu.” bisikku dalam hati.

Tak banyak yang kulakukan, sejenak berhenti, membasahi kerongkongan kering. Aku bergumul dalam waktu. Menikmati segelas jus tomat pelepas perih. Aku melihatmu asik mesra dengannya. Aku cemburu, namun aku berhasil menyembunyikannya. Tarian dan nyanyian iringi duka perpisahan, menghiburku.


“Aku ingin melihatmu di pelaminan” itu kata terakhirmu untukku. Entah apa yang ada di benakmu. Aku menginginkanmu, bukan berarti aku harus mendapatkanmu. Tapi cinta ini ada untukmu. Perpisahan ini kujadikan prasasti di antara bilik-bilik kerinduan yang harus kubuang lepas jauh. Aku tak inginkan perpisahan ini, namun aku tak dapat mengelak kehendak. Aku pasrah, aku rela dalam senja yang menutup pertemuan kita.

Kita berlari, mengejar waktu yang akan tertutup, habis termakan keegoan kita sendiri. Mungkin selamanya kita tidak akan bisa bersama, selamanya waktu mengutuk kita untuk berpisah. Kita masih saja berlari melewati kepulan asap rokok yang mengaburkan senyum kita. Gadis cantik yang manja bersamamu, tak pernah mau lepas dari pelukmu.

Di perempatan kita berpisah, pertemuan terakhir dan perpisahan. Kini tak lagi kutemui sosokmu yang kunanti dan kurindu. Entah kau masih merinduku atau telah lupa adaku.

- Copyright © Catatan Zilian Zahra -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -